Jumat, 19 Oktober 2007

Persiapan menghadapi kematian

Di dalam Alkitab tercatat ada 2 manusia yang tidak mengalami kematian dalam hidupnya, mereka langsung terangkat ke surga tanpa melalui proses kematian layaknya manusia pada umumnya. Mereka adalah Henokh ( Kej 5:23 ) dan Elia ( 2 Raj 2 :11 ).

Sebagai manusia setiap saat kita akan dihadapkan pada suatu realita berupa kematian. Ia datang tanpa memandang bulu, apakah kita siap ataupun tidak, suka ataupun tidak suka kehidupan kita akan berakhir pada suatu titik kematian.

Selama kita masih hidup di dunia ini terkadang kita enggan berbicara tentang kematian. Karena banyak misteri dan hal yang tidak ketahui di balik kematian. Satu pertanyaan penting yang harus kita pikirkan adalah kemana kita akan pergi setelah kita mati kelak?

Dalam I Korintus 15 : 22 di jelaskan bahwa semua orang akan di hidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Poin yang perlu di garis bawahi adalah persekutuan dengan Kristus. Berarti apabila kita mati kelak maka kita akan dibangkitkan dengan suatu persyaratan yang tegas dan jelas, yaitu apabila kita mempunyai persekutuan dengan Kristus. Persekutuan dalam bahasa Yunani adalah Koinonia yang berasal dari kata dasar koinos yang berarti lazim atau umum. Artinya berkaitan dengan kebersamaan. Adapun kata lain yang dihubungkan dengan koinonia, yakni koinonos yang berarti, sekutu atau kawan sekerja.

Berarti sebelum kita melanjutkan pembicaraan tentang kematian, maka ada satu hal yang perlu kita bahas terlebih dahulu. Sudahkah kita mempunyai persekutuan dengan Kristus? Apabila kita sudah mempunyai relasi hubungan yang baik dengan Kristus, maka kita tidak perlu lagi takut berbicara ataupun menghadapi kematian. Karena ada suatu jaminan yang di berikan oleh Tuhan.

Tetapi sebaliknya bagi kita yang belum memiliki persekutuan dengan Kristus. Ada satu hal yang kita perlu persiapkan yaitu kita harus mulai membangun relasi dan persekutuan dengan Kristus. Membangun hubungan mulai dari menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam kehidupan kita. Dan melibatkanNya dalam seluruh aspek kehidupan kita.

Pada akhirnya biarlah setiap kita menghayati dan mengaplikasikan Firman Tuhan dalam I Kor 15 : 58 Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Dan kitapun kelak akan tersenyum menghadapi kematian karena kita telah memiliki persekutuan dengan Tuhan.

Sabtu, 13 Oktober 2007

John C.Maxwell

Jumat, 12 Oktober 2007

Saatnya mendengarkan

Bahan Bacaan : Yeremia 35 : 1-19

Pernahkah suatu waktu anda memberitahu anak ataupun keponakan anda untuk tidak memegang panci yang panas, lalu karena rasa penasarannya anak tersebut tidak menghiraukankan kata-kata Anda, dia pegang panci tersebut. Apa yang terjadi ? sang anak akan menjerit dan menangis karena rasa panas yang dirasakan setelah menyentuh panci panas tersebut.

Dalam Yeremia 35 : 1-19, di catat bahwa Tuhan berbicara kepada bangsa Israel sebanyak 4 kali tetapi mereka tidak mau mendengarkan ( Yer 35 : 14b , 15b, 16b, 17b ).

Sekarang mari kita bayangkan satu peristiwa dimana anda memberitahu teman anda mengenai sesuatu yang baik dan berguna untuk dirinya, lalu teman anda tidak mau mendengarkan dan mengabaikannya. Kira-kira apa respon anda? Seringkali respons kita adalah marah, kecewa, bahkan ada beberapa orang yang akhirnya kesal dan tidak mau lagi memberitahukan sesuatu yang baik kepada temannya tersebut.

Kalau respon anda terhadap teman anda seperti demikian, maka kalau kita renungkan lebih dalam kitapun seringkali berlaku demikian. Sama seperti orang Israel yang tidak mau mendengarkan perkataan Tuhan, walaupun sudah berulang kali di sampaikan.

Banyak hal dalam kehidupan apa yang kita lakukan sama dengan kelakuan bangsa Israel. Kita banyak kali tidak mau mendengarkan, walaupun kita sebenarnya mendengar tapi kita memilih untuk mengabaikannya.

Sikap tidak mau mendengar tersebut seringkali kita lakukan terhadap :

  1. Tuhan

Dalam buku Purpose Driven Life, Rick Warren menjelaskan bahwa hidup kita mempunyai tujuan yaitu untuk memuliakan Tuhan tapi realita dalam kehidupan, kita lebih sering mengejar tujuan hidup kita dibandingkan tujuan yang Tuhan berikan. Kita mendengar dalam kotbah-kotbah, tetapi kita tidak melakukannya.

  1. Suami / Istri

Ditengah tuntutan kehidupan yang semakin tinggi, dimana suami dan istri bekerja, seringkali akhirnya kita melupakan waktu untuk berbicara dengan pasangan kita. Lebih banyak waktu kita digunakan untuk mendengarkan pimpinan atau pelanggan kita. Kita tahu pentingnya komunikasi dalam berkeluarga tetapi akhirnya karena terlalu capek membuat kita mengabaikannya

  1. Anak

Dalam budaya timur, ada anggapan bahwa orang tua lebih tahu banyak dibandingkan dengan anak-anak. Sehingga ketika anak-anak kita mengutarakan pendapat ataupun sesuatu, kita cenderung mendengarkan dengan setengah hati dan bahkan terkadang mengabaikannya.

  1. Teman /Kerabat

Dalam banyak contoh di Alkitab di jelaskan akan pentingnya rekan seiman untuk saling mendukung dalam Tuhan dan saling menguatkan. Tetapi sekarang ini banyak kali kita temukan orang lebih suka menyampaikan masalah ( curhat ) dibandingkan mendengarkan.

Sebagai anak Tuhan marilah kita belajar dari keturunan Yonadab bin Rekhab yang mendengarkan perintah bapa leluhur mereka ( Yer 35 : 14 ). Mereka tidak hanya mendengar tetapi juga melakukan apa yang diperintahkan.

Tuhan memberikan kepada kita dua buah telinga dan satu mulut, untuk mengingatkan kita bahwa kita harus lebih banyak mendengarkan di bandingkan dengan berbicara. Gunakan telinga kita untuk mendengarkan Firman Tuhan dan juga pasangan kita, anak-anak ataupun teman kita ketika mereka berbicara, bila selama ini kita kurang mendengar sekarang saatnya yang tepat untuk mulai belajar mendengar.

Ketika kita mendengarkan dengan baik maka kita akan dimampukan untuk melakukan apa yang kita dengar dengan penyertaan Tuhan.

Derap Dynamis

Senin, 01 Oktober 2007

7 langkah menuju kebiasaan baru

“taburlah gagasan, tuailah perbuatan;

taburlah perbuatan, tuailah kebiasaan;

taburlah kebiasaan, tuailah karakter;

taburlah karakter, tuailah nasib.”

Kebiasaan adalah faktor yang mempunyai peranan yang kuat dalam hidup kita. Sesuatu yang kita lakukan secara sering dan berulang secara tidak disadari, maka menjadi kebiasaan dan mengekspresikan karakter kita lalu menghasilkan efektivitas ataupun ketidakefektivan kita.

Sebagai seorang salesman, kita perlu mempunyai kebiasaan yang dapat meningkatkan efektivitas kita dalam meningkatkan penjualan. Kebiasaan yang baik akan membawa kita pada suatu akhir (nasib) yang baik.

Kebiasaan menurut Horace Mann adalah seperti kabel. Kita menenun seuntai demi seuntai setiap hari dan segera kebiasaan itu tidak dapat diputuskan.

Dalam buku terbarunya ”Million Dollar Habits” Brian Tracy seorang yang ahli dalam bidang pengengembangan kinerja puncak dan pencapaian individual menjelaskan ada 7 langkah menuju kebiasan baru dan meningkatkan efektivitas kita, yaitu :

1. Buatlah keputusan
Kebiasaan baru apa yang hendak anda lakukan untuk meningkatkan penjualan? Misalnya anda membuat keputusan bahwa setiap hari saya harus mengunjungi minimal 5 pelanggan atau menelpon 10 pelanggan.Anda harus membuat keputusan yang anda tahu akan berdampak terhadap peningkatan penjualan

2. Jangan membiarkan adanya pengecualian

Ketika anda mencoba melakukan kebiasaan baru maka akan ada berbagai macam godaan yang membuat anda melanggar keputusan yang telah diambil. Sifat malas dan mencari-cari alasan adalah hal yang sering kali timbul. Jangan biarkan diri anda lepas dari ikatan.

3. Sampaikan pada yang lain

Beritahu teman sales di sebelah anda ataupun manager anda, bahwa anda sedang membuat suatu kebiasaan baru. Perhatian dari teman akan menguatkan dan mendorong kita untuk tetap konsisten melakukan kebiasaan baru.

4. Visualisasikan diri Anda sendiri

Semakin sering anda memvisualisasikan atau membayangkan tindakan anda seolah-olah anda sudah memiliki kebiasaan baru tersebut, semakin cepat kebiasaan baru ini akan diterima oleh alam bawah sadar dan menjadi otomatis. Bila anda kesulitan memvisualisasikannya, anda dapat membuat dalam bentuk tulisan dan tempelkan di meja kerja. ”Hari ini saya akan mengunjungi 5 pelanggan atau Hari ini saya akan menelpon 10 pelanggan.”

5. Ciptakan afirmasi

Ulangi afirmasi setiap hari kepada diri Anda sendiri.Pengulangan ini secara dramatis akan meningkatkan kecepatan dalam mengembangkan kebiasaan baru. Contohnya :”Saya menelpon 10 pelanggan setiap hari, yah saya pasti akan menelpon 10 pelanggan setiap hari.....10 pelanggan”

6. Tekad untuk bertahan

Akan ada banyak godaan yang membuat anda untuk tidak mempunyai kebiasaan baru yang baik. Anda perlu bertahan sampai satu titik dimana akan ada rasa tidak nyaman jika anda tidak melakukan apa yang telah anda putuskan untuk lakukan.Saat itu anda sudah mempunyai sebuah kebiasaan baru yang baik

7. Beri hadiah pada diri anda sendiri

Hal yang paling penting tapi yang paling sering di lupakan adalah memberikan diri anda sebuah hadiah atas prestasi yang telah anda capai setelah mempraktikan kebiasaan yang baru. Hadiah untuk anda dapat berupa makan di restaurant yang high class ( biasanya makan di Amigos ). Hal ini akan memotivasi diri anda untuk mempunyai hasrat yang lebih untuk mempunyai kebiasaan baru.

Pada akhirnya kebiasaan baru yang anda lakukan akan memberikan hasil terhadap peningkatan penjualan anda. Selamat mencoba kebiasaan baru

Salam Derap Dynamis,


Succeed above success


Pendakian gunung yang paling hebat dan paling inspiratif dalam sejarah bukan merupakan kisah tentang prestasi pribadi, tetapi merupakan kisah tentang suatu kekuatan luar biasa, yang dimiliki oleh tim yang bersatu padu, berbakat, benar-benar siap dan yang berjanji terus setia satu sama lain, serta kokoh berpegang pada visi bersama, sampai titik terakhir.

Dalam buku Succeed above success, Joe Kamdani menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia itu egosentris, di samping itu manusia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi kepuasannya, mereka memerlukan manusia lain.

Ada perbedaan antara manusia yang egosentris dan individu yang bersifat egoistik.

Egosentrik adalah sifat manusia sebagai pembawaannya, sifat yang netral tergantung ke arah mana dia berkembang dalam lingkungannya.

Sedangkan egoistik adalah sifat individu yang mementingkan diri sendiri dengan tidak mempedulikan akibat buruknya bagi orang lain maupun lingkungan.

Untuk bisa menggerakkan perusahaan mencapai tujuannya, perlu dikaitkan dengan keberhasilan setiap individu dalam menjalankan tugasnya, untuk mencapai aspirasi dan kepentingan masing-masing. Atas dasar itulah Joe Kamdani mendasarkan prinsip manajemen Succeed above success, yang menjadi bagian dari budaya perusahaan.

Lalu apa hubungannya antara budaya Succeed above success terhadap kita sebagai salesman?

Dalam obrolan di antara para sales seringkali muncul statement yang menyatakan

,” biar jual rugi yang penting omset masuk, dan saya bisa dapat komisi.”

atau

,”Suruh aja customer beli barang yang banyak, biar omset bulan ini masuk dulu, urusan barangnya nanti keluar atau tidak adalah urusan nanti!”

Bila kita telaah lebih dalam coba kita bayangkan apabila ada banyak salesman berpikiran bahwa perusahaan rugi tidak apa-apa toh komisi tetap di bayar. Maka yang terjadi dalam beberapa tahun ke depan bukan tidak mungkin perusahaan akan menderita kerugian yang besar. Dan hal ini akan berdampak keluarnya kebijakan untuk pengurangan karyawan bahkan lebih fatal lagi tutupnya perusahaan.

Bisa di bayangkan bila perusahaan memiliki 100 orang karyawan, lalu perusahaan di tutup maka akan ada 100 keluarga yang kehilangan pekerjaan. Asumsi 1 keluarga ada 2 orang anak, maka ada 200 anak yang orang tuanya kehilangan pekerjaan dan menyebabkan kesulitan dalam membiayai anaknya untuk sekolah.

Dan bila kita lihat contoh kedua banyak salesman yang memperdaya pelanggannya untuk membeli melebihi kapasitas mereka dalam menjual. Maka suatu saat pelanggan akan sadar dan tidak lagi mempercayai salesman tersebut, bahkan banyak kasus yang membuat bukan hanya salesmannya yang tidak di percaya tetapi perusahaan tempat salesman tersebut bekerja.

Seperti bola salju, image buruk yang tertanam dari pelanggan ke pelanggan akan menyebar dan menghasilkan bola salju yang besar dan akan menghancurkan perusahaan.

Succeed above success bukanlah hanya kata-kata tanpa makna. Bila kita menangkap roh dari kalimat ini, maka sebagai salesman kita akan menyadari bahwa untuk kita bisa berhasil maka kita harus membantu pelanggan kita dan juga perusahaan kita untuk berhasil. Pada akhirnya kita akan merasakan keberhasilan bersama.

Setiap kita sebagai salesman adalah egosentrik, tetapi janganlah menjadi seorang salesman yang egoistik.

Derap Dynamis

Selamat ulang tahun papa


Kalau setiap kita di beri kesempatan untuk memilih orang tua kita, kira-kira orang tua macam apa yang kita bayangkan?

Banyak orang dengan antusias menjawab bahwa mereka berharap di lahirkan dengan kondisi orang tua yang kaya raya, berkelimpahan harta. Bahkan kalau bisa menjadi anak tunggal, sehingga seluruh kasih sayang dan harta hanya untuk kita seorang. Alangkah indahnya hidup ini…………

Tapi sayangnya dalam realita kehidupan, kita tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi orang tua kita. Demikian juga halnya dengan kehidupan saya. Saya merupakan anak ke 9 dari 10 bersaudara, anak dari seorang tukang sayur yang setiap pagi buta sudah berangkat ke pasar dan setelah itu harus ke kebun untuk menanam dan mengurusi sayurnya.

Yah….seorang tukang sayur yang menjual bermacam sayuran seperti: kangkung, bayam, selada dan sawi yang biasa kita makan bersama mie instant.

Sewaktu saya masih duduk di bangku SLTA, ketika teman-teman sebaya saya berangkat sekolah dengan mengendarai sepeda motor, maka saya hanya bisa berangkat sekolah dengan naik mobil omprengan.

Terkadang di sore hari sepulang sekolah ada sebuah tugas menanti, yaitu untuk mengantar sayur ke rumah kakak saya. Jadi dengan mengendarai sepeda kumbang dan keranjang besar yang memuat bermacam sayuran, saya menunaikan tugas sebagai seorang anak. Pernah suatu kali ketika mengantar sayur saya bertemu dengan teman sekelas saya “Oh…tidak…kalau sampai ketahuan saya ngantar sayur, bisa berabe nih. Nanti bisa cerita ke teman-teman sekelas hancur reputasi saya,”pikir saya.

Maka saya memalingkan muka dan pura-pura tidak melihat. Sejak saat itu setiap kali mengantar sayur saya selalu memakai topi. Jadi saya bisa menyembunyikan wajah di balik topi saya.

Karena kondisi tersebut pernah suatu kali saya berpikir kalau saja bisa memilih, maka sayapun mau dilahirkan di dalam keluarga yang kaya raya. Sehingga saya tidak perlu malu seperti ini.

Waktupun berganti, saya sekarang bukanlah seorang anak SLTA lagi. Saya sudah mempunyai sebuah jabatan yang cukup baik di sebuah perusahaan besar dengan fasilitas kendaraan dan kompensasi yang sangat baik. Saya sudah menikah dengan 2 orang anak dan tinggal di rumah pribadi kami.

Walaupun begitu papa saya masih tetaplah seorang tukang sayur yang masih harus bangun pagi untuk berjualan di pasar dan berangkat ke kebun untuk menanam dan memelihara sayurnya.

Tetapi sekarang pandangan saya tentang papa saya sudah berubah 180 derajat. Beberapa tahun belakangan ini saya sering membawakan training untuk teman-teman maupun untuk karyawan di kantor. Dalam setiap kesempatan saya selalu menampilkan foto papa saya, dan dengan bangga saya katakan bahwa saya adalah anak seorang tukang sayur.

Saya tidak lagi bersembunyi di balik topi, takut kalau ada yang tahu kalau saya anak seorang tukang sayur, tapi sekarang saya ingin semua orang tahu bahwa saya anak seorang tukang sayur yang mempunyai 10 orang anak.

Saya menarik semua kata-kata saya yang dulu pernah saya ucapkan, saya tidak menyesal lahir sebagai anak seorang tukang sayur. Karena dari papa sayalah saya belajar bagaimana bekerja dengan disiplin dan kerja keras.Hingga saya bisa menjadi seperti sekarang ini.

Hari ini senin, 1 Oktober 2007 papa saya tepat berusia 73 tahun. Banyak hal yang telah saya dapatkan darinya selama ini. Dan saya bersyukur bisa menjadi salah seorang anaknya.

Selamat ulang tahun papa….saya bangga bisa menjadi anakmu.